puisi 

Puisi-puisi Wahyu Gandi G

Wahyu Gandi G, lahir di Barru, Sulawesi Selatan, 28 April 1996. Menempuh studi Sastra Inggris di Universitas Negeri Makassar. Menulis puisi, prosa dan sesekali esai yang dimuat di dalam berbagai kesempatan. Bergiat di Malam Sureq Makassar dan kegiatan sastra lainnya.

 

Arung Pancana Toa

setelah pamit kepada Colliq Pujie

 

aku berjalan tanpa bayang

dan masih menyandang gelar matinroe ri tucae

setelah kematian lebih dulu luruh

menemani anumerta yang sempat

disemati orang-orang Tanete

bersama La Rumpang menemu ritus khayali

penumpas segala jenis penindasan.

 

kau menunggangi lontaraq untuk kembali

menemui La Makkawaru yang tak pernah sempat

diangkat menjadi Datu di tanah Tanete

“kau terlalu buruk ketimbang perempuan.” katamu

bersama I Gading kau semakin hilang atas kendali dewata

apalagi setelah ambo’ mu menggali makamnya.

 

–dan perempuan di generasimu adalah tiang penyangga

bagi kekuatan-kekuatan buta atas restu penghianatan

 

dan pada akhirnya sebelum pengasingan itu

setelah kematian La Tanampareq To Apatorang Arung Ujung

para keluarga mencium aroma penghianatan

dan pada akhirnya kau dibawa ke Jumpandang

sembari mencipta lontaraq tanete dan elong

dua puluh tahun membantu mereka menyalin

jauh setelah Galigo lahir diingatan-ingatan kami.

 

2017

 

 

Menjaga yang Tersisa

 

selembar daun jati tua kering jatuh

di atas sebuah makam purba

bertuliskan Sitti Aisyah We Tenri Olle (1856-1910)

di dekatnya seorang ayah duduk mencabuti

rumput-rumput yang bertumbuh subur di atasnya

apa dengan merawat makam akan menjaga ingatanya?

kulihat roh berjalan mendekati ayah menatapnya

nanar seperti perjuangan Datu Ngolla Karaeng Segeri

di abad XVI beberapa kematian terdahulu.

 

di lain tempat seorang dijuluki Petta Pallase’ Lase’e

yang memimpin Tanete dengan julukan to sogie

tertidur pulas dibalik tumpukan batu-batu kuno

yang tersusun rapi setinggi orang dewasa

“ia mati sebagai raja islam pertama” katanya

ayah berdiri tepat di samping makamnya

yang berbeda dibanding makam lain.

 

tak ada rumput liar yang tumbuh di dekatnya

sebagai kecemasan sebab ia tak pernah selesai

tumbuh menemani ritus dan d0a-doa penenang

menjumpai rahasia lampau meninggalkan jejak kematian

ia datang dan tumbuh sebagai peziarah yang merawat

kematian dengan satu perasaan; kembalilah ketika kamu

merasa mampu memilikinya.

 

2017

 

 

Hasrat I Sawe

 

cinta bisa menggores apa saja

telapak tangan, kening, dada, kuda bahkan

yang tak pernah benar-benar ada

kami berjumpa di atas langit selepas

bahtera menyelamatkan banyak pendosa

dan samudera terbelah menenggelamkanmu

lalu rencana apa yang kau tawarkan pada anakmu

kelak jika ia tahu ibunya adalah saudara kandungmu.

 

pergilah ke ujung beru atau bandar madani menemuiku

 

sebagai perempuan lain yang tak pernah kau temui

tubuhmu disenyap kesepian dan berkali-kali

kesedihan terpasung sendiri di tanah bugis

terpasang wajah kembar turunan langit

tengah memasung jiwa dan memotong

lidahnya dengan sebilah bambu

untuk menjaga kesetiaannya.

 

kau menang atas cinta yang telah

lebih dulu mengalahkanmu

 

2017

 

 

Related posts

Leave a Comment

four × three =